Info dan tips pendidikan #MerdekaBelajar. Ayo ajak yang lain bergabung
Setelah meredup, isu waktu sekolah seharian penuh kembali menyeruak. Disertai keputusan 5 hari sekolah saja. Kondisi yang sudah diterapkan pada sekolah non-negeri dan berbagai kota besar ini, layakkah diterapkan bagi seluruh negeri?
Populi Center dan Smart FM Network akan membahasnya dalam Perspektif Indonesia dengan topik: "Full Day School, Jadi?"
Bersama:
- Antarina F. Amir (Pengelola Sekolah Highscope Indonesia
- Ahmad Rizali, MSc (Mantan Staf Khusus Mendiknas, Pendiri Center for Betterment Education)
- Tatang Muttaqin, PhD (Penekun Kajian Pendidikan, Anggota The James Coleman Associations)
- Karina Adistiana, M.Psi. (Psikolog Pendidikan, inisiator Gerakan Peduli Musik Anak)
Host:
Ichan Loulembah
Hari: Sabtu, 17 Juni 2017
Jam: 09.00 -11.00 WIB
Tempat: GADO-GADO BOPLO
Jl. Gereja Theresia No. 41 Menteng, Jakarta Pusat.
- Broadcasting live on SMART FM Jakarta 95.9, Manado 101.2, Makasar 101.1, Banjarmasin 101.1, Balikpapan 97.8, Surabaya 88.9, Palembang 101.8, Medan 101.8, Pekanbaru 101.8, Jogjakarta 102.1
- Review di populicenter.org
- Streaming radiosmartfm.com
- Blackberry: SmartFM via google
- Android: SmartFM via google play
Perspektif Indonesia
tajam - dalam - bermakna
SIARAN ULANG:
Minggu, 18 Juni 2017
Pukul 16.00-18.00 WIB
Selamat hari Jumat, para Pendidik Merdeka!
Selamat harinya diskusi mingguan Komunitas Guru Belajar 🙏🏼
Pendidikan karakter sedang marak didengungkan sebagai agenda besar dunia pendidikan kita.
Namun apakah cukup pembelajaran tentang karakter melalui cerita dan buku-buku?
Komunitas Guru Belajar Nusantara mempersembahkan Temu Pendidik Mingguan dengan tema *"Menumbuhkan Kembali Budi Pekerti"*.
Kita akan membahas bersama, bagaimana memberi kesempatan pada anak untuk mengembangkan budi pekertinya.
Bagaimana peranan kita sebagai guru untuk mendampingi sepenuhnya proses tumbuhnya budi pekerti anak.
Bagaimana dampak kegiatan sosial pada pengembangan budi pekerti anak.
Diskusi kali ini menghadirkan _Bapak Huda Sensei_, penggerak KGB Malang. Dengan moderator _Bapak JC Pramudia Natal_ dari KGB Jakarta Selatan.
Materi diskusi seperti yang dituliskan Pak Huda dalam Surat Kabar Guru Belajar Edisi 4 http://bit.ly/SKGuruBelajar4 mengenai Pendidikan Budi Pekerti.
Catat waktunya 🕰
*14.00 - 16.00 WIB*
*15.00 - 17.00 WITA*
*16.00 - 18.00 WIT*
Sampai jumpa di /channel/mudikmingguan
Merdeka!
http://jateng.tribunnews.com/2017/06/11/sembilan-alasan-mengapa-kebijakan-sekolah-lima-hari-ditolak
Читать полностью…Membaca HOAX pangkal pandai:
Memperbaiki salah kaprah, mengembangkan belajar membaca
Ih kok suka sih baca HOAX? Emang beneran baca HOAX bisa bikin pandai?
Membaca apapun bisa bikin kita jadi pandai, termasuk membaca HOAX. Tapi bila kemampuan membaca sekedar mengeja kata, adanya HOAX bisa membuat kita termakan atau bahkan menyebarkan fitnah dan kebencian. Dibutuhkan kemampuan membaca pada tahapan paling kompleks, membaca merdeka, untuk bisa mendapatkan pelajaran dari membaca HAX. Mereka yang mampu menafsir, menyelidiki sumber berita, menganalisis dan membandingkan, serta mengkritisi bahan bacaan. Kemampuan membaca HOAX bisa menjadi acuan sederhana seberapa jauh kemampuan membaca di zaman media sosial.
Sayangnya, kenyataan beberapa waktu terakhir menunjukkan penyebaran HOAX yang begitu marak. Kenyataan yang membuat kita patut mempertanyakan kemampuan kita sebagai orang dewasa dalam membaca, sekaligus merefleksikan bagaimana proses belajar membaca kita pada masa anak-anak dahulu kala. Lebih jauh lagi, apakah kita telah melakukan perubahan cara belajar membaca pada anak-anak di masa kini? Bila tidak ada perubahan, maka buramnya kenyataan masa kini akan berlipatganda di masa depan. Karena kemampuan membaca adalah kemampuan yang tumbuh berkembang dari kecil hingga dewasa.
Praktik belajar membaca pada masa kini seringkali berpijak pada anggapan bahwa membaca itu mudah. Namun bila slogan tersebut adalah sebuah kenyataan, mengapa minat baca Indonesia menempati peringkat 60 dari 61 negara yang mengikuti survey oleh Central Connecticut State Univesity (2012)? Mengapa skor kemampuan membaca anak-anak kita masih menempati rangking 60 dari 65 negara pada PISA 2012?
Sejumlah temuan tersebut yang mendorong Kampus Guru Cikal dan Komunitas Guru Belajar ingin mengulik lebih jauh mengenai salah kaprah belajar membaca agar kita memperbaiki kesalahan, mengupas strategi belajar membaca agar anak-anak mendapat pengalaman belajar membaca yang kaya, dan mengungkap praktik baik belajar membaca agar semakin banyak pihak yakin akan perubahan belajar membaca secara mendasar.
Mari membaca ulang pelajaran membaca agar anak-anak kita mampu menjadikan HOAX sebagai kesempatan belajar agar terhindar dari menyebarkan fitnah dan kebencian.
Temu Pendidik Bulanan
Jumat, 9 Juni 2017
14.00 - 16.00 WIB
Najelaa Shihab, Pendiri Kampus Guru Cikal
Chusnul Chotimah, Dosen Kampus Guru Cikal
Ikuti di Facebook: Kampus Guru Cikal
Klik https://www.facebook.com/KampusGuruCikal/
Selamat sore para pendidik merdeka! 🙋🏻
Sudah tahu kan tiap Jumat kita ngapain? 😉
Iyessss....!
Mudik daring Komunitas Guru Belajar Nusantara 😍
Tidak ada murid yang bodoh!
Adanya adalah guru yang tak paham bagaimana mendampingi murid-murid dengan keunikan masing-masing.
Komunitas Guru Belajar Nusantara mempersembahkan diskusi Temu Pendidik dengan Tema *"Penerapan Strategi Multiple Intelligence".*
Kita akan bersama-sama membahas tentang.....
Bagaimana guru bisa memahami dan menerapkan multiple intelligence 📚
Bagaimana guru bisa mendampingi tiap-tiap anaknya belajar sesuai kebutuhan 👥👥👥👥
Bagaimana anak-anak mendapat ruang dan kesempatan yang tepat untuk berkembang 🏡🏘🏠
Menghadirkan narasumber dari KGB Pekalongan, Bapak Risa Faradisa. Diskusi ini dimoderatori oleh Ibu Heni Surya dari KGB Solo Raya.
Catat waktunya ⏰
*14.00-16.00 WIB*
*15.00-17.00 WITA*
*16.00-18.00 WIT*
Hanya di /channel/mudikmingguan 📲
Sampai jumpa..... 👋🏼
Merdeka!
Merdeka Belajar: Pancasila dan Ruang yang Kita Ciptakan
Najelaa Shihab (Pendidik)
Pemahaman Pancasila seringkali jadi pengalaman membosankan sewaktu kita sekolah. Segala macam bentuk pelajaran berkait kewarganegaraan misalnya PMP, PSPB, PPKN, Kewiraan dianggap sebagai pengetahuan yang hanya bermanfaat untuk ujian belum berkait pengamalan.
Yang menarik, dalam percakapan beberapa bulan terakhir ini, banyak pendidik- guru dan orangtua, yang semula merasa "menjadi korban" berbagai penataran kemudian menyatakan pentingnya hal ini disampaikan kembali kepada anak-anak. Tantangan kita bersama, bagaimana membiasakan pengamalan relevan untuk generasi masa depan - bukan sekedar pengulangan dokumen yang tidak berhubungan dengan kehidupan.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dulu diajarkan di pelajaran Pancasila atau agama dengan menghafalkan nama agama "resmi" yang diakui pemerintah. Anak sekarang pengalamannya berbeda tentang kebebasan beragama. Sumber informasi tersedia di mana-mana, tentang banyaknya agama dan kepercayaan yang berbeda, bahkan di dalam "nama" yang sama. Pengamalan akhlak dalam agama dan antar agama, sekarang seharusnya lebih ditekankan, bukan hanya memberikan pengetahuan hukum atau hafalan ibadah.
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Dua puluh tahun lalu, dunia digital dan globalisasi hanya menjadi paparan segelintir masyarakat. "Jenis" kemanusiaan yang dihadapi anak sekarang jauh lebih menantang. Teman main game online dari negeri yang namanya tidak pernah didengar, avatar atau selebritas yang mewakili identitas. Pengalaman adab dan peradaban yang dihadapi anak sekarang jauh lebih banyak. Sopan di jalan raya, rekayasa genetika dan efek rumah kaca, adalah contoh pilihan harian yang menuntut kematangan.
3. Persatuan Indonesia.
Sila favorit yang dilafalkan lantang anak saat upacara, karena terpendek dan termudah diucapkan. Mungkin karena itu penghargaan atau pertanyaan dari anak-anak mengenai makna sila ketiga, bukan hal yang sering jadi percakapan. Padahal sejarah dan perjalanan bangsa kita begitu panjang dan sulit dalam mewujudkannya. Kenyataannya banyak kita dididik dengan membicarakan tentang orang lain dan bukan berbicara dengan orang lain. "Bicara tentang" adalah belajar dalam situasi yang aman dalam balon kita sendiri, "bicara dengan" seringkali diawali ketidaknyamanan karena perjumpaan yang melintasi batasan. Anak-anak butuh pelajaran berkelanjutan, karena menjadi "satu" dan menjadi "Indonesia" butuh penghayatan bukan hanya di atas kertas atau di dalam kelas. Anak-anak perlu menghadapi pengalaman keragaman yang penuh kecanggungan, namun lama kelamaan menjadi menyenangkan karena dibiasakan.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dalam perwakilan.
Semua kita adalah rakyat. Sebagian menjadi pemimpin dan sebagian dipimpin. Semua kita perlu bijaksana, semua perlu terlibat musyawarah. Sebagian memilih atau dipilih sebagai wakil. Begitu banyak persyaratan bernegara, begitu sedikit peran yang dilatihkan pada anak-anak kita. Pemahaman hak dan kewajiban sebagai anggota komunitas diajarkan lewat tata tertib, bukan kesepakatan bersama di sekolah atau keterlibatan warga di rukun tetangga. Pelatihan kepemimpinan bukan jadi kesempatan bagi setiap murid, tapi menjadi kemewahan terbatas untuk sekelompok elit di sekolah yang kebetulan mendapat dukungan.
5. Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pengalaman anak (dan orang dewasa) tentang ketimpangan banyak sekali didasarkan pada asumsi pribadi yang diwariskan antar generasi. Anak mengamati apakah Ibu adil pada si sulung dan si bungsu di saat kesakitan, murid menilai guru yang memberikan les tambahan dengan bayaran, penumpang mengikuti antrian di terminal atau membiarkan pengamen yang mencopet di pemberhentian. Semua interaksi sejak dini, menjadi awal dari persepsi tentang keadilan. Anak membangun interpretasi tentang kemiskinan - apakah disebabkan kemalasan atau sistem yang memperbesar kesenjangan. Anak menumbuhkan keyakinan tentang penting/tidaknya layanan kesehatan universal.
Episode1: Apakah Boleh Menyogok untuk Mengajarkan Anak Berpuasa?
•
Menyogok anak agar mau berpuasa tak jarang dilakukan guru dan orangtua, misalnya: menjanjikan uang Rp. 10.000 untuk 1 hari puasa, Rp. 20.000 untuk 2 hari puasa, dst. Meski dianggap "mudah", tapi jalan pintas seperti ini tidak direkomendasikan. Mengapa?
•
M. Quraish Shihab menjawab pertanyaan tsb dari perspektif makna puasa dalam Al-Qur'an dan Najelaa Shihab memberikan pandangannya dari sudut psikologi dan pendidikan.
•
Simak video lengkapnya di >> http://bit.ly/Ep1RamadhanSMSG
•
Produksi Kolaborasi:
Keluarga Kita
Islam Edu
Pusat Studi Al-Qur'an
•
Untuk mengikuti episode selanjutnya, subscribe youtube: bit.ly/semuamuridsemuaguru
Undangan Menulis tentang Pelajaran Membaca. instagram.com/p/BUdeCbrDcI3/
Читать полностью…Temu Pendidik itu seperti apa?
Ini beberapa pernyataan teman-teman pendidik yang sempat mengikuti langsung Temu Pendidik April 2017 di Jogja ☺
"Temu pendidik di Jogja itu bisa dikatakan perkumpulan orang-orang keren. Semua yg di luar logika orang biasa, bisa terpikirkan oleh mereka. Di kelas ini saya bisa yakin bahwa sebenarnya suatu keterbatasan ruang dan alat justru membuat ketidakterbatasan pemikiran kita untuk terus mengembangkan inovasi kreatif.
Temu pendidik di Jogja mengubahku menjadi guru yang tidak lagi menuntut murid mendapat nilai banyak, melainkan mewadahi murid mendapatkan banyak ilmu." Eki Nurwulandari, Dosen Stikes Muhammadiyah Pekalongan, KGB Pekalongan.
"Temu Pendidik Jogja menambah ilmu dan motivasi. Saya semakin yakin dan mantap menjadi guru untuk selalu mengabdikan diri demi anak2 dan bangsa. Dan selalu ingin belajar belajar dan belajar terus.
Ditambah dengan ikut KGB menjadikan diri harus selalu berbenah dan belajar. mengajar untuk belajar😁🙏." Syaifullah Godi, Guru SDN Ledok 05 Salatiga
Kali ini, Komunitas Guru Belajar Nusantara mempersembahkan Temu Pendidik edisi Jakarta, menghadirkan rekan-rekan guru dari area Jabodetabek dengan cerita-cerita inspiratifnya. 😍
Datang dan mari belajar bersama pada
🗓 hari Minggu, 21 Mei 2017
⏰ pukul 10.30-13.00 WIB
Di 🏢 Ruang Sidang lantai 3, Gedung A Kompleks Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.
Daftarkan diri anda segera di http://bit.ly/MudikPekan.
Sampai jumpa..... 👋🏼
Merdeka! 💪🏼
Temu Pendidik - #GuruBelajar Jabodetabek di #PestaPendidikan | Info & Daftar: bit.ly/MudikPekan
Читать полностью…Pelatihan Guru Merdeka Belajar Berbeasiswa
Guru belajar seringkali disalahartikan sebagai kegiatan di kelas, dimotivasi sogokan dan hukuman (reward & punishment), hanya bisa belajar dari pakar, menduplikasi resep mengajar, perubahan terjadi seketika dan capaian hanya dinilai secara individual. Sejumlah miskonsepsi tersebut yang membuat guru terbelenggu yang gagap dalam menjalankan profesi sebagai pendidik.
Kampus Guru Cikal hadir untuk berjuang melawan miskonsepsi pengembangan guru tersebut. Dengan menggunakan Model Pendidikan Guru Cikal dari hasil refleksi 18 tahun mendampingi Sekolah Cikal, Kampus Guru Cikal menyediakan beragam aktivitas bagi guru melakukan pengembangan diri. Pintu masuknya adalah Pelatihan Guru Merdeka Belajar yang diluncurkan pada Pesta Pendidikan 2017 - Bandung.
Dalam pelatihan tersebut, para guru diajak mendapatkan pemahaman mengenai konsep dan kompetensi merdeka belajar. Dari pemahaman itu, peserta diajak menganalisis kondisi yang dibutuhkan guru dan murid untuk merdeka belajar. Setelah itu, guru diajak untuk merancang pengembangan diri sebagai guru merdeka belajar dan membuat rancangan untuk memulai kelas dengan semangat merdeka belajar.
Pelatih Kampus Guru Cikal akan memandu pelatihan dengan diferensiasi strategi belajar, mendapatkan pemahaman bermakna dari pengalaman, diperkaya dengan praktik dan disesuaikan dengan kebutuhan dan konteks peserta pelatihan. Dalam 6 jam, peserta diajak untuk aktif belajar, mendapatkan pelajaran sekaligus berbagi pelajaran dengan peserta yang lain. Setelah pelatihan, peserta pelatihan belajar melalui grup WA dengan mentor dari Kampus Guru Cikal dan berbagi praktik dengan Komunitas Guru Belajar.
Bila Anda adalah seorang guru yang bersemangat belajar, ingin merdeka belajar dan mendapatkan komunitas yang kondusif buat belajar, maka penting bagi Anda untuk mengikuti Pelatihan Guru Merdeka Belajar di Pesta Pendidikan 2017 - di Jakarta.
Sabtu, 20 Mei 2017
08.00 - 16.30 WIB
Kompleks Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta Pusat
Info Beasiswa dan Pendaftaran di http://bit.ly/GMBPekan
Silahkan sebarkan informasi ini ke rekan dan grup guru yang lain
Ada beasiswa 100% khusus untuk Penggerak dan anggota KGB daerah. Nantikan informasinya, hanya di grup WA Komunitas Guru Belajar
Selamat Hari Pendidikan Nasional! Seberapa jauh tujuan pendidikan jadi acuan dalam praktik pengajaran sehari-hari? Mari kita refleksikan
Читать полностью…Menjadi Teman Seperjalanan
Kemandirian belajar adalah tujuan penting yang banyak diabaikan dalam praktik pengajaran. Banyak praktik pengajaran yang dilakukan berpijak pada asumsi bahwa guru harus mengontrol murid agar mau belajar. Murid penurut menjadi idola. Murid tertib jadi impian. Kelas tenang jadi angan-angan. Tingginya rata-rata nilai kelas jadi cita-cita.
Sembari lupa, bahwa murid-murid bukan hanya menghadapi tantangan berupa ujian sekolah dan ujian nasional. Mereka mau tidak mau harus belajar meski jam pelajaran telah usai. Mereka tetap menghadapi berbagai tantangan, meski sekolah telah usai. Mereka akan terus belajar dalam dunia pekerjaan, dalam hidup berpasangan, sebagai warga masyarakat, sebagai orangtua dan pendidik.
Pertanyaan reflektifnya, apakah kita sudah membantu murid-murid kita untuk mandiri belajar di sekolah dan setelah lulus sekolah nanti?
Atau, kita masih saja memacu para murid untuk meraih nilai setinggi-tingginya demi nama baik kita dan sekolah dengan mengabaikan kemandirian belajar mereka?
Kenyataan di lapangan seringkali membuat kita kesulitan menjawab pertanyaaan itu secara lugas. Kita sebenarnya tahu mana yang harus diperjuangkan, tapi berbagai tuntutan seolah membuat kita tidak berdaya. Sebagian dari kita kemudian menyerah dan memilih untuk memenuhi berbagai tuntutan meski sebenarnya itu menyiksa murid dan juga hati nurani kita.
Namun tak sedikit dari kita yang terus keras kepala, terus maju tertatih untuk memperjuangkan esensi dari pendididikan yang memerdekakan anak. Kita ingin menyaksikan murid-murid bahagia belajar. Kita ingin menyaksikan mereka menjadi pribadi tangguh menghadapi tantangan, sendiri maupun bersama-sama. Kita ingin para murid mampu mandiri belajar dan berkarya.
Surat Kabar Guru Belajar ini ditujukan buat sebagian dari kita yang sudah menyerah, sebagai pengingat arah perjalanan. Juga ditujukan pada kita yang masih keras kepala memperjuangkan esensi pendidikan, sebagai teman seperjalanan. Sesuai namanya, surat kabar ini mengabarkan mengenai praktik-praktik baik yang dilakukan pendidik dari berbagai penjuru nusantara.
Silahkan unduh Surat Kabar Guru Belajar Edisi ke-9: Mandiri Belajar
Klik http://bit.ly/SKGuruBelajar9
Edisi 8 http://bit.ly/SKGuruBelajar8 : Komitmen pada Tujuan Belajar
Edisi 7 http://bit.ly/SKGuruBelajar7 : Refleksi Belajar
Edisi 6 http://bit.ly/SKGuruBelajar6 : Merdeka Belajar
Edisi 5 http://bit.ly/SKGuruBelajar5 : Hari Pertama Sekolah
Edisi 4 http://bit.ly/SKGuruBelajar4 : Pendidikan Budi Pekerti
Edisi 3 http://bit.ly/SKGuruBelajar3 : Disiplin Positif
Edisi 2 http://bit.ly/SKGuruBelajar2 : Asesmen Otentik
Edisi 1 http://bit.ly/SKGuruBelajar1 : Guru Belajar
Temu pendidik mingguan asyik krn yg bicara adalah guru yg melakukan praktik pengajaran. Bukan cuma teori, kaya contoh
Buruan klik /channel/mudikmingguan
Bermacam metode belajar bisa kita pilih dan gunakan saat mengajar. Banyak bentuk aktifitas dan materi pembelajaran yang bisa kita sesuaikan dengan minat dan kebutuhan anak.
Namun bagaimana bisa menemukan metode belajar yang bisa menjawab kebutuhan anak?
Apa saja yang perlu dilakukan untuk memahami kebutuhan anak?
Siapa saja yang perlu dilibatkan untuk menganalisis kebutuhan anak?
Komunitas Guru Belajar Nusantara mempersembahkan diskusi daring dalam Temu Pendidik Mingguan kita di /channel/mudikmingguan
Malam ini pada pukul
18.30 - 20.30 WIB
19.30 - 21.30 WITA
20.30 - 22.30 WIT
Menghadirkan Ibu Tosi Widya, dari Komunitas Guru Belajar Depok, sebagai narasumber. Dengan moderator Ibu Heni Surya, penggerak Komunitas Guru Belajar Solo Raya.
Segera klik /channel/mudikmingguan
[UNDANGAN KONSOLIDASI]
*Tolak Kebijakan Full Day School*
Kemendikbud RI telah menerbitkan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah yang mewajibkan anak-anak usia sekolah untuk bersekolah selama 8 jam sehari, selama 5 hari dalam seminggu, atau setara dengan jam kerja orang dewasa.
Kebijakan ini bertentangan dengan UU Sistem Pendidikan Nasional yang memberikan otonomi bagi sekolah untuk mengelola kurikulumnya secara mandiri, sesuai dengan kebutuhan anak. Anak-anak yang menjadi peserta didik juga berpotensi mengalami pelanggaran hak, mengingat kekerasan di sekolah masih marak, keseimbangan antara waktu bermain dan belajar, juga jangkauan sekolah di masing-masing daerah yang kondisinya sangat berbeda satu sama lain akan merugikan anak-anak yang tinggal di kawasan pelosok.
Karenanya, kami mengajak rekan-rekan masyarakat sipil untuk berkumpul membahas sikap dan langkah advokasi bersama untuk membatalkan kebijakan tersebut. Kami mengundang rekan-rekan untuk hadir pada:
*Hari, Tanggal: Senin, 19 Juni 2017*
*Jam: 13.00-14.00 WIB*
*Tempat: Lantai 1 LBH Jakarta, Jl. Diponegoro No. 74, Menteng, Jakarta Pusat*
Agenda ini terbuka untuk seluruh rekan-rekan yang memiliki kepedulian yang sama. Kami mengharapkan kehadiran dan dukungan anda untuk turut serta dalam advokasi ini.
Atas perhatian dan kerjasamanya, kami mengucapkan terima kasih.
Salam,
LBH Jakarta
Kontak:
1. Alldo Fellix Januardy (087878499399)
2. Nelson Nikodemus Simamora (081396820400)
Kebijakan tanpa melalui proses mendengarkan cenderung jadi polemik.
Sembilan Alasan Mengapa Kebijakan Sekolah Lima Hari Ditolak
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Rencana pemberlakuan kegiatan belajar mengajar lima hari mulai tahun ajaran baru 2017/2018 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, diminta untuk dicabut.
"Terkait kebijakan itu, kami minta dicabut. Sebab ada beberapa alasan mengapa harus dicabut. Ini atas aspirasi dari masyarakat melalui kegiatan reses yang kami lakukan di berbagai daerah di Jateng," Anggota Komisi E DPRD Jateng, Muh Zen, Minggu (11/6/2017).
Menurutnya, dikeluarkannya kebijakan itu tidak melalui proses adanya masukan dari berbagai stakeholder, baik di tingkat pendidikan dasar maupun menengah.
"Saya yakin kebijakan itu dibuat oleh tim, tapi tim itu tidak mendengar masukan semua stakeholder di Indonesia. Jika mendengar langsung maupun tidak langsung, pemerintah pasti tidak gegabah," ungkapnya.
Ia mengatakan, memang PP nomor 19 tahun 2005 itu tidak wajib dijalankan untuk daerah tertentu, tapi pada dasarnya akan menjadi kewajiban. Karena kepala sekolah yang tak menjalankan biasanya mendapat ancaman.
Sedikitnya terdapat Sembilan alasan, mengapa kebijakan sekolah lima hari itu mesti dicabut.
Pertama, aspek psikologis. Komisi E DPRD Jateng pernah melakukan dengar pendapat dengan sejumlah pakar psikologi dari beberapa perguruan tingi di Jateng.
"Hasilnya bahwa anak usia SD setelah jam 13.00 daya serap ilmunya tidak maksimal, hanya 60 persen. Artinya, kalau kegiatan belajar mengajar sampai jam 16.00 maka keterserapan pendidikan di anak usia dini tidak tercapai," ungkapnya.
Kedua, aspek sarana dan parasara (sarpras). Bahwa harus diakui 40 persen sarpras berupa musala ataupun masjid di sekolah belum representatif. Bahkan tempat wudlu di SMA N 1 Kota Semarang saja, hanya mampu menampung sepertiga dari total jumlah siswa. "Kantin juga belum semua siap," ujarnya.
Ketiga, aspek ekonomi, tentunya beban orangtua untuk uang saku akan bertambah, bahkan bisa dua kali lipat dari hari biasanya. Keempat, aspek keamananan, ketika siswa pulang sore hari tentu akan bertaruh dengan para pekerja di jalan raya, bahkan di Wonosobo ada yang baru pulang pukul 20.00.
Kelima, aspek akademik. Kurikulum yang lama tentu belum sesuai dengan aturan sekolah lima hari. Padahal hal itu terkait dengan tingkat keterserapan materi pada siswa. Jika belum diubah tentu akan sulit menyesuaikan.
Keenam, aspek kompetensi non akademik. Konsep lima hari sekolah, akan memutus kreatifitas anak dalam penguatan ilmu non akademik. Semisal, anak yang memiliki keunggulan bidang seni, budaya, olahraga, tentu harus ikut kegiatan les sore hari. Saat ini tentu tidak mungkin bisa mengikutinya.
"Termasuk dunia sosial anak dengan sesame umurnya juga hilang. Maka, negara telah melanggar hak asasi anak untuk mengembangkan psikomotorik dan afektif calon generasi bangsa," tandasnya.
Ketujuh, aspek geografis. Untuk sekolah di daerah pegunungan masih sulit terakses angkutan umum, hal ini banyak yang dikeluhkan masyarakat, terlebih untuk anak perempuan di malam hari.
Kedelapan, aspek mental spiritual. Di Jateng terdapat 10.127 madrasah diniyah (madin) dan TPQ, padahal 90 persen siswanya adalah anak usia SD dan SMP. Madin dan TPQ biasanya masuk pukul 14.00, jika sekolah diberlakukan sampai sore maka praktis mereka tak bisa mengikutinya.
"Ini secara tak langsung negara telah melakukan upaya penghilangan cita-cita nawacita revolusi mental itu sendiri," ungkapnya.
Kesembilan, aspek ketahanan keluarga. Siswa yang berasal dari keluarga tak mampu, biasanya usai pulang sekolah selalu membantu orangtua, ada yang menjadi buruh tani, berdagang, nelayan, dan sebagainya. Komisi E juga sering mendapat masukan dari para kepala desa di Jateng.
"Kan, anak Indonesia tidak semua orangtuanya PNS. Banyak sekeluarga harus berjuang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, apa negara tega dengan kondisi ini? Prinsipnya, madlorotnya lebih banyak dari manfaatnya," katanya.(*)
Hidup bersama Al-Qur'an Ep. 3
M. Quraish Shihab & Najelaa Shihab
•
Pertanyaan: Sering mendengar anak boleh dipukul bila tidak mau salat. Benarkah al-Qur'an menyatakan demikian?
•
"Kita harus bijak memaknai berbagai arti kata memukul, " papar M. Quraish Shihab. "Ancaman dan pukulan tidak sejalan dengan kebutuhan akan salat yang mau dibiasakan," jelas Najelaa Shihab. Simak video lengkap obrolannya di sini >> http://bit.ly/Ep3RamadhanSMSG
•
Produksi Kolaborasi:
Keluarga Kita
IslamEdu
Pusat Studi Al-Qur'an
•
Untuk mengikuti episode selanjutnya, subscribe youtube: bit.ly/semuamuridsemuaguru
Banyak perubahan pendekatan yang perlu kita lakukan di pendidikan. Tanpa terasa, anak-anak kita akan menjadi warganegara Indonesia dan warga dunia yang dewasa. Sebagian gagal berkontribusi, tapi tidak sepantasnya dipersalahkan karena memang belum pernah dipersiapkan atau mendapat suri teladan.
Pendidikan Pancasila bukan isu partisan, dan tidak seharusnya jadi pertarungan kepentingan. Pancasila tidak sakti dengan sendirinya, hidupnya dikuatkan dan dipatahkan di berbagai ruang yang kita ciptakan, dalam percakapan dan perdebatan.
#SemuaMuridSemuaGuru
Yuk ikutan Debat Pelajaran Membaca >> https://www.facebook.com/groups/KomunitasGuruBelajar/permalink/681905265341688/
Читать полностью…Selamat berjumpa kembali, para pendidik merdeka! 🙋🏻
Mempersiapkan anak menghadapi masa depannya memerlukan kemauan dan kemampuan kita untuk memberi keleluasaan pada mereka untuk berlatih mengembangkan diri. Salah satunya adalah dengan memberi kesempatan untuk menyelesaikan masalah mereka.
Bagaimana guru dan sekolah bekerjasama menciptakan strategi melatih kemampuan penyelesaian masalah?
Bagaimana peran kepercayaan guru dan sekolah pada pengembangan diri anak?
Bagaimana anak belajar tentang makna demokrasi melalui pengalaman nyata?
Komunitas Guru Belajar Nusantara mempersembahkan diskusi daring dalam Temu Pendidik Mingguan kita di /channel/mudikmingguan dengan tema *"Rapat Besar Siswa - Menyelesaikan Masalah Secara Demokratis"*
*Hari Jumat, 26 Mei 2017 pada pukul*
*14.00 - 16.00 WIB*
*15.00 - 17.00 WITA*
*16.00 - 18.00 WIT*
Menghadirkan Ibu Adelia Octoryta, dari Rumah Sekolah Cendekia, aktif di KGB Makassar, sebagai narasumber. Dengan moderator Ibu Nidiah Kusuma, dari KGB Tanah Bumbu.
Refleksi Pesta Pendidikan: Dari, Oleh dan Untuk Publik
Najelaa Shihab - Inisiator Pesta Pendidikan
Pesta pendidikan bukan kegiatan dadakan, tapi perayaan DARI PUBLIK yang sudah punya kekuatan. Yang dirayakan adalah kebaikan yang sudah dipraktikkan, karya yang perlu disebarluaskan.
Rangkaian kegiatan Pesta Pendidikan 2017 berlangsung selama 87 hari, dengan kegiatan Festival Publik di 5 kota dan kegiatan Aksi Publik di lebih 67 kota, lebih dari 255 komunitas dan organisasi pendidikan dan lebih dari 27 media, 11 Kementrian dan Lembaga serta Pemerintah Daerah. Total biaya yang dihabiskan adalah 867 juta rupiah dalam bentuk dana sponsorship, dan 10 bahkan 100 kali lebih banyak dalam bentuk tenaga dan keahlian, waktu (termasuk waktu tayang) yang disumbangkan oleh lebih dari 1000 relawan dalam kepanitiaan*
Membaca angka-angka tersebut sebagian kita akan heran, karena merasa kekecilan atau kebesaran. Yang perlu dirayakan dari Pesta Pendidikan bukan sekedar jumlah, melainkan proses belajar, bergerak dan bermakna yang ada di baliknya.
Di 105 Ngobrol Publik, banyak inovasi berkait hubungan keluarga sampai teknologi luar angkasa, banyak solusi dari ibukota sampai daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal). Kita membuktikan banyak percakapan dan pelajaran yang bisa diterapkan dan diteladankan. Dari lebih 15000 orang yang melihat Pameran Publik; ada ketua yayasan yang membawahi 400 guru di Makassar, imam masjid yang memimpin 1200 jamaah tiap jum'atan di Jakarta Selatan, Menteri yang nama departemennya tidak membawa nama pendidikan. Kita membuktikan betapa banyak banyak refleksi gerakan dan kolaborasi lanjutan yang dilipatgandakan.
Pesta Pendidikan bukan kampanye musiman, tapi keberdayaan OLEH PUBLIK yang barengan. Publik yang belajar dari sejarah, bahwa perubahan harus dimulai bukan dengan saling menyalahkan tapi dengan mengambil peran.
Kita mencontohkan bagaimana pendidik-pendidik dari Kisar menempuh 40 jam perjalanan laut menuju Festival Publik di Ambon Maret lalu, dan kemudian terbang mengisi Ngobrol Publik di Jakarta kemarin dengan biaya sendiri, tanpa iming-iming sertifikat atau tuntutan surat tugas.
Pesta Pendidikan bukan peperangan antar berbagai pemangku kepentingan, tapi jaringan UNTUK PUBLIK menuju perubahan pendidikan. Semua yang ikut barengan menunjukkan keberanian untuk kepentingan anak-anak. Kita mendengarkan pimpinan media ternama dan perusahaan terkemuka yang ikut di Janji Publik, berkenalan dengan anak yang hidup di tumpukan sampah dan menyatakan dengan lantang bahwa pertimbangan pemberitaan tidak bisa semata dikendalikan oleh iklan, tapi oleh kebutuhan anak-anak yang tidak bisa dipenuhi "kapan-kapan".
Di Pesta Pendidikan, kita tidak diikat akta tapi mengikatkan diri dengan sukarela pada cita-cita. Terimakasih teman-teman sudah ikut barengan! Kita publik berdaya yang percaya, bahwa kita adalah perubahan yang kita nanti-nantikan...
#SemuaMuridSemuaGuru
*detil semua angka yang akurat akan bisa dilihat di Buku Refleksi Pesta Pendidikan 2017, yang akan kami terbitkan. Sebagaimana setelah kegiatan tahun lalu kami juga menerbitkan Refleksi Pesta Pendidikan 2016.
Menjadi Guru Kompeten
Pelatihan seringkali dipandang sebagai solusi tunggal bagi guru untuk menjadi kompeten. Bila guru ikut pelatihan, maka guru akan kompeten
Kompetensi seringkali dipandang dalam konteks individual. Kenyataannya, tidak ada guru yang bisa kompeten sendiri. Menjadi guru kompeten butuh dukungan rekan, kepala sekolah dan masyarakat.
Kompetensi guru seringkali dinilai dengan standar tunggal yang berlaku secara umum. Padahal menjadi guru kompeten selalu terbatas pada konteks yang spesifik. Menjadi guru kompeten dimana, pada pelajaran apa dan pada siapa.
Lalu bagaimana solusinya?
Mari kita bicarakan di Ngobrol Publik
Menjadi Guru Kompeten
Bersama
Bukik Setiawan – Kampus Guru Cikal
Yosua Philippus – Kisar Cerdas
Analisa Widyaningrum – Psikolog, Wardah
Minggu, 21 Mei 2017
12.40 – 13.25 WIB
Panggung Utama F3
FX Sudirman – Jakarta
Pendaftaran: http://googaga.co.id/pestapendidikan
Merdeka Belajar: Kutu Buku bukan Jaminan Mutu
Najelaa Shihab (Pendidik)
Kita sering mendengar bahwa kemampuan membaca penduduk Indonesia sangat rendah. Bagaimana mungkin, padahal pelajaran membaca dipaksakan bahkan di usia balita? Kita sering tercengang bahwa orang bergelar panjang tertutup pada perbedaan sudut pandang. Bagaimana mungkin, saat koleksi buku dan informasi media yang menceritakan perubahan begitu berlimpah?
Dunia pendidikan memang tidak bisa dilihat sederhana. Namun, kita seringkali berlindung dibalik angka dan jumlah. Kemampuan mekanik mengeja dan membaca anak-anak kita di usia muda mendapat angka tinggi di tes internasional. Tapi saat diminta memahami bacaan dan mengaplikasikan pengetahuan di masa akhir sekolah, angkanya menjadi salah satu yang terendah diantara semua negara. Rasio jumlah bangunan perpustakaan kita dibanding jumlah penduduk adalah salah satu yang baik di dunia. Tapi bila dilihat isi raknya jarang menyimpan dan meminjamkan buku Indonesia yang berkualitas serta beragam.
Prestasi jangka pendek dan peresmian sarana, pencanangan gerakan atau penerbitan buku pesanan sesuai pencitraan, masih menjadi bagian harian dari pendidikan dan bacaan kita. Sebelumnya kita bisa diam atau hanya menggumam di belakang, tapi sekarang kita harus berani bicara dengan lantang. Semua ini bukan saja tidak cukup, tetapi harus dihentikan karena menghalangi pencapaian tujuan pendidikan berkait bacaan dalam jangka panjang.
Pendapat di atas mungkin dianggap sama dengan ekstrimitas, tapi bicara pendidikan memang membutuhkan militansi jangka panjang.
Setiap hari terbit 5000 buku di dunia. Kalau kita hanya bicara banyaknya buku yang dibaca anak indonesia - kapan kita sadar bahwa peran pendidikan tidak hanya sekedar membuat anak bisa membaca tapi juga membuat insan Indonesia mahir menulis dan mewarnai pemikiran global. Tidak ada perubahan indikator kesuksesan membaca sejak zaman sebelum kemerdekaan hingga saat ini. 72 tahun kita bertepuk tangan atas "kemajuan" pemberantasan buta aksara padahal ukuran literasi internasional dan tuntutan teknologi digital sudah berubah.
Setiap detik lebih dari 10 ribu informasi baru muncul di media sosial. Kalau kita hanya bertujuan mencetak generasi pekerja yang mampu membeli dan memakai gawai terkini - kapan kita menumbuhkan anak-anak cerdas digital dan menjadi warganegara Indonesia yang karyanya di berbagai bidang mengubah dunia.
Aktif membaca tidak cukup, membaca aktif esensial. Menambah jumlah pustaka cetak ataupun elektronik tidak cukup, menambah manfaat pustaka adalah mutlak. Kutu buku bukan jaminan mutu bila cuma berlindung di balik kertas atau terpaku di depan layar. Mari bercita-cita lebih besar! Kutu buku akan menjadi manusia utuh bila kita menjadi teladan pendidik yang berdaya di setiap rumah dan kelas.
#SemuaMuridSemuaGuru
Selamat pagi para pendidik merdeka 🙋🏼
Proses belajar kita bersama anak-anak di kelas sangat bernilai dan perlu disampaikan hasilnya dengan cara yang penuh penghargaan.
Menghargai anak-anak dan usahanya.
Menghargai guru sebagai pendamping proses belajarnya.
Menghargai hasil kerja tidak hanya berupa angka.
Apa yang perlu diterapkan dalam pelaporan hasil belajar?
Bagaimana menyampaikan hasil belajar dengan penuh penghargaan?
Bagaimana anak dan guru bekerjasama untuk menyampaikan proses belajar mereka pada orang tua?
Komunitas Guru Belajar Nusantara mempersembahkan diskusi daring dalam Temu Pendidik Mingguan kita di /channel/mudikmingguan dengan tema "Mengkomunikasikan Hasil Belajar".
Malam ini pada pukul
18.30 - 20.30 WIB
19.30 - 21.30 WITA
20.30 - 22.30 WIT
Menghadirkan Ibu Shanti, dari Komunitas Guru Belajar Surabaya, sebagai narasumber. Dengan moderator Ibu Nidiah, penggerak Komunitas Guru Belajar Tanah Bumbu.
Segera klik /channel/mudikmingguan
Merdeka Belajar: Jadi Pendidik, Dulu & Sekarang
Dulu saya pikir, pendidik adalah kepahlawanan yang hanya bisa dilakukan lewat jabatan. Sekarang saya paham, jadi pendidik - guru dan orangtua- bukan sekedar pekerjaan, tapi kehormatan bermakna untuk kemerdekaan.
Dulu saya pikir, pendidik perlu menuntut kesempurnaan. Sekarang saya paham, jadi pendidik, berarti merayakan keberhasilan kecil tanpa saling menyalahkan.
Terimakasih teman-teman seperjuangan, mari merayakan Hari Pendidikan Nasional. Ayo berkarya BARENGAN untuk pendidikan di Pesta Pendidikan.
#SemuaMuridSemuaGuru
Halo Teman-Teman,
Pesta Pendidikan adalah inisiatif sukarela publik yang bertujuan menjadi katalisator kerja sama berbagai pemangku kepentingan di bidang pendidikan. Merayakan berbagai praktik baik dan kerja nyata dari penjuru Nusantara yang penting disebarluaskan.
Pesta Pendidikan 2017 diadakan di 5 kota: Bandung, Ambon, Yogyakarta, Makassar dan Jakarta. Kolaborasi bersama 250 organisasi/komunitas pendidikan, sekolah, berbagai kementerian/lembaga serta pemerintah daerah, guru, siswa, orangtua dan publik yang peduli pada pendidikan.
Bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional, Pesta Pendidikan mengajak kita semua untuk BARENGAN berkarya di Pesta Pendidikan.
Selasa/2 Mei 2017
15.00-17.45
RTH Kalijodo
Mari menjadi publik yang berdaya untuk pendidikan. Yuk, BARENGAN di Pesta Pendidikan.
Salam hangat,
Najelaa Shihab
Mewakili Relawan yang BARENGAN di Pesta Pendidikan
Anak-anak sekarang tidak asing dengan Bayu Skak, Chandra Liouw, Arief Mohammad, atau Radityadika. Mereka adalah youtubers, pembuat konten video kreatif yang diunggah di kanal Youtube.
Video kreatif menjadi marak belakangan ini, namun siswa dan guru seperti berada di dua sisi yang berbeda. Hanya melihat fenomena ini sebagai bagian yang tak berhubungan dalam proses belajar. Akibatnya, siswa harus mencuri-curi kesempatan membuka handphone dan berselancar di Internet.
Bagaimana memanfaatkan fenomena ini sebagai kesempatan untuk bisa dekat dengan anak?
Bagaimana mengintegrasikan kreatifitas dan kegemaran dalam proses belajar?
Bagaimana merancang pembelajaran jadi efektif, bermakna, menyenangkan?
Komunitas Guru Belajar menyajikan Temu Pendidik Mingguan, dengan tema
“INTEGRASI MAPEL DENGAN PEMBUATAN VIDEO KREATIF”
Menghadirkan Guru Rizqy Rahmat Hani (Kampus Guru Cikal), seorang video creator, sebagai narasumber. Dengan moderator Adik Christian Hartono (KGB Jakarta Selatan).
Malam ini, di /channel/mudikmingguan
18.30 - 20.30 WIB
19.30 - 21.30 WITA
20.30 - 22.30 WIT
Merdeka!
Kita barengan yang bukan hanya menerbitkan terang setelah gelap, bukan hanya mendorong perempuan untuk menjadi "versi lain" dari kekuatan seperti laki-laki atau kecerdasan seperti Kartini. Karena apapun badai yang dihadapi, tidak ada yang lebih berharga untuk setiap perempuan selain dicintai saat menjadi dirinya sendiri.
#SemuaMuridSemuaGuru